Sabtu, 10 Oktober 2009

minal aidzin


hmmmmmmmmmmmmmm
ramadhan udah rampung nihh ! ! !
saiia cuma mw mohon maaf ajah ke semuanya atas semua kesalahan saiia . terutama buat temen-temen n guru-guru .
temen-temen yang suka saiia contekin maupun uru-guru yang 'kami' bohongin (uupsss pas ulangan doank kok) . yah skali lagi minal aidzin semuanya !

Minggu, 27 September 2009

Baju baru ?



Sebenernya makna idul fitri itu apa sih ?
Maaf-maafan ? Oke tapi apa cuma itu ?
Tapi hal yang paling ditunggu-tunggu pasti waktu pembagian angpao. Iya kan ? Hehe jujur aja deh, saya juga kayak gitu.

Banyak orang yang menjadikan moment idul fitri ini untuk membeli baju baru, makan opor ayam, bagi2 angpao. Itu hanya suatu adat, sebennarnya lebaran tanpa hal-hal di atas pun ga masalah yang penting hati kita bisa kembali suci, merencanakan suatu hal yang lebih baik untuk ke depannya.

Jadi buat semuanya, jangan khawatir kalo lebaran pake baju lama, makannya pake telur ayam, ga ada yang ngasi angpao, ga dosa kan ?

Hepi lebaran ^0^

Sunnah berhari raya



1 Shalat ‘Ied Hukumnya Wajib

Masih banyak kaum muslimin yang tidak mengetahui hukum ini. Rasulullah telah memerintahkan wanita haidh dan gadis dalam pingitan untuk keluar menghadirinya. Padahal, untuk shalat-shalat wajib lainnya -seperti shalat Jum’at- beliau mengatakan, “Shalat di rumah lebih balk bagi mereka.”

Bahkan diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa beliau mewakilkan kepada seseorang untuk mengimami shalat ‘Ied di masjid bagi yang tidak sanggup datang ke lapangan.

Para ulama, dari dahulu sampai sekarang -seperti: Imam Ahmad, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ash Shan’ani, Asy Syaukani, Syaikh AI Albani dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin- mengatakan hukumnya wajib ‘ain.1 Shalat ‘Ied di lapangan merupakan syi’ar kaum muslimin. Oleh karena itu, tidak selayaknya kita meremehkan kewajiban ini.

2 Mandi Dan Berhias Diri Sebelum Berangkat Shalat ‘Ied

Salah situ Sunnah Nabi pada hari ‘Ied, yaitu mandi sebelum berangkat menunaikan shalat ‘led. Hendaklah memperbaiki penampilan dan mengenakan pakaian yang bagus saat menghadiri shalat ‘led. Begitulah yang dilakukan oleh para salaf. seperti Abdullah bin Umar beliau mandi sebelum berangkat ke lapangan.

Begitu pula para tabi’in. Salah seorang tokoh tabi’in, yakni Said bin Al Musayyib berkata,

“Sunnah ‘Iedul Fitri ada tiga: berjalan menuju lapangan (tempat shalat), makan sebelum berangkat dan mandi.”

All bin Abi Thalib, pernah ditanya tentang mandi: apakah harus mandi setiap hari? Beliau menjawab,

“Tidak harus. Namun, yang harus mandi ialah pada hari Jum’at, had ‘Arafah, hari ‘ledul Adha dan ‘Iedul Fitri.”

Ibnu Abdil Barr berkata,

“Para fuqaha sepakat, bahwa mandi sebelum berangkat shalat ‘Iedul Fitri dan ‘ledul Adha adalah balk bagi yang melakukannya.”

Hukumnya sunnat, seperti dijelaskan oleh Imam An Nawawi berikut ini,

“Imam Asy Syafr’i dan rekan-rekannya mengatakan, ‘Untuk melaksanakan shalat ledul Fitri dan ledul Adha dianjurkan mandi. Tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini’.”

Diriwayatkan dalam kitab Shahihain, dari Abdullah bin Umar,

Umar membeli jubah yang terbuat dari sutera yang dijual di pasar. Ia membawanya kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, ambillah jubah ini untuk berhias diri pada hari ‘Ied, dan saat menyambut utusan-utusan.” Rasulullah berkata,

“Sesungguhnya, ini adalah pakaian orang-orang yang tidak mendapat bagian di akhirat.”

Ibnu Qudamah mengatakan,

“Hadits ini menunjukkan, bahwa berhias diri pada kesempatan-kesempatan tersebut, yakni pada hari Jum’at, hari ‘Ied dan saat menyambut utusan-utusan, adalah pekara yang sudah mashur di kalangan mereka.”

Dart hadits di atas, juga dapat dipetik faidah, bahwa menghadiri shalat ‘Ied dianjurkan untuk meng[25]enakan pakaian yang bagus.

Marilah kita meliput yang dilakukan oleh Ibnu Umar pagi hari ‘Ied. Ibnu Ishaq berkata, aku bertanya kepada Nafi’,”Bagaimanakah yang dilakukan oleh Ibnu Umar pada hari ‘led?’ Ia menjawab,

“Beliau menghadiri shalat Subuh berjama’ah bersama imam. Kemudian, pulang ke rumah. Lalu beliau mandi, sebagaimana mandi junub, lalu mengenakan pakaian yang paling bagus yang dimilikinya, lalu memakai parfum yang beliau miliki.

Kemudian keluar menuju lapangan tempat pelaksanaan shalat ‘Ied. Beliau duduk menunggu imam. Apabila imam telah datang, beliau shalat bersamanya.

Kemudian beliau kembali dan mendatangi masjid Nabawi, lalu shalat dua raka’at. Setelah itu, beliau pulang ke rumah.”

Maka dari itu wahai saudaraku, jangan lupakan Sunnah Nabi ini. Mandi dan berhias dirilah sebelum mendatangi shalat ‘Ied.

3 Makan Sebelum Berangkat Shalat.

Sebelum berangkat ke lapangan untuk shalat pada hari ‘Ied, dianjurkan agar makan terlebih dulu. Dan sebaiknya memakan kurma, seperti diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari dari hadits Anas bin Malik ia berkata,

Rasulullah tidak berangkat shalat pada hari ‘Ied, hingga beliau ‘makan beberapa buah kurma.

Disunnahkan memakannya dalam jumlah ganjil, seperti disebutkan dalam riwayat lain dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah tidak berangkat shalat pada hari ‘Iedul Fitri, hingga beliau makan kurma sebanyak tiga atau lima atau tujuh buah.

Jika tidak ada kurma, dibolehkan makanan yang lainnya, namun diutamakan yang manis-manis, seperti: madu dan sejenisnya. Atau kalau tidak ada makanan sama sekali, maka minum air juga sudah mencukupinya. Demikian dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.

Dalam sebuah atsar yang shahih, dari Abdullah bin Abbas disebutkan, bahwa beliau berkata,

“Jika kalian sanggup tidak berangkat shalat ‘Iedul Fitri sebelum memakan makanan, maka lakukanlah.”

Jangan lewatkan sunnah yang satu ini, wahai saudaraku. Persiapkanlah makanan untuk pagi hari ‘Ied.

4 Ajaklah Keluarga Dan Kaum Wanita Untuk Menghadirinya

Rasulullah telah memerintahkan para wanita untuk keluar menghadiri shalat ‘Ied. Ummu Athiyyah berkata,

Kami diperintahkan -yakni oleh Nabi - agar membawa serta para gadis yang sudah baligh dan gadis-gadis yang berada dalam pingitan pada hari ‘Ied. Sehingga mereka bisa menyaksikan jama’ah kaum muslimin dan do’a mereka. Dan wanita yang sedang haidh menjauhi tempat shalat.

Dalam riwayat lain disebutkan,

Kami diperintahkan agar ikut serta pada hari ‘Ied. Demikian pula para gadis yang berada dalam pingitan. Beliau juga memerintahkan wanita haidh untuk keluar, namun hendaknya mereka mengambil tempat di belakang tempat shalat dan ikut bertakbir bersama kaum muslimin.

Dalam riwayat lain disebutkan, ada seorang perempuan berkata,

“Wahai Rasulullah. salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab?” Rasulullah berkata, “Hendaklah saudaranya yang lain meminjamkanjilbab untuknya.”

Dalam riwayat Ibnu Abbas disebutkan, bahwa Rasulullah mendatangi tempat shalat, kemudian mengerjakan shalat, lalu menyampaikan khutbah. Kemudian, disertai Bilal, beliau mendatangi kaum wanita untuk memberi nasihat dan peringatan kepada mereka dan memerintahkan mereka untuk bersedekah.

Demikian pula para sahabat. Mereka membawa serta keluarga ke lapangan shalat ‘Ied. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa beliau membawa serta keluarganya yang bisa dibawa ke lapangan shalat ‘Ied.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah menyebutkan alasannya, “Agar mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin.”

Oleh karena itu, bawalah serta keluargamu ke lapangan tempat dilaksanakannya shalat ‘Ied. Hidupkan dan semarakkanlah syi’ar kaum muslimin ini.

5 Berjalan Kaki Menuju Lapangan Tempat Shalat

Dianjurkan keluar menuju lapangan shalat ‘Ied dengan beijalan kaki, bila memungkinkan dan tidak memberatkan. Jika memberatkan, maka boleh dengan mengendarai kendaraan.

Dalam Mursal Az Zuhri disebutkan, bahwa Rasulullah tidak mengendarai kendaraan saat menuju tempat shalat ‘Ied dan saat mengantar jenazah.

Telah disebutkan atsar dari Said bin Al Musayyib,

“Sunnah ‘Iedul Fitri ada tiga. (Yaitu:) berjalan menuju lapangan (tempat shalat), makan sebelum berangkat dan mandi.”

Abu Bakar Hafsh bin Umar bin Sa’ad berkata,

“Kami keluar bersama Abdullah bin Umar pada hari ‘Iedul Adha atau ‘Iedul Fitri. Dia keluar berjalan kaki hingga sampai ke tanah lapang tempat pelaksanaan shalat ‘Ied. Dia duduk menunggu imam datang, kemudian shalat bersama imam, kemudian beliau pulang.”

Diriwayatkan pula dari All bin Abi Thalib, bahwa beliau berkata,

Termasuk sunnah, yaitu engkau berjalan kaki menuju tempat shalat ‘Ied dan memakan sesuatu sebelum berangkat.

Berjalan kaki menuju lapangan tempat pelaksaan shalat ‘Ied dapat menghidupkan syi’ar hari yang agung ini. Namun patut disesalkan, Sunnah Nabi ini seakan telah dilupakan oleh kaum muslimin. Maka dari itu, marilah kita hidupkan kembali Sunnah Nabi ini.

6 Mengumandangkan Takbir

Satu lagi Sunnah Nabi yang ditinggalkan kaum muslimin, yaitu bertakbir dengan mengangkat suara; mulai dari keluar rumah hingga imam tiba di tempat shalat.

Al Faryabi meriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa beliau mengeraskan suara takbir pada hari raya ‘Iedul Fitri saat berangkat ke tempat shalat, hingga imam keluar dan beliau mengikuti takbirnya.

Imam Syu’bah bertanya kepada Al Hakam’dan Hammad,

“Apakah aku bertakbir saat keluar menuju tempat shalat?” Mereka berdua menjawab,”Ya.”

Kaum wanita juga dianjurkan bertakbir jika aman dari fitnah, tetapi dengan tidak mengeraskannya seperti halnya kaum pria. Dasarnya adalah hadits Ummu Athiyyah sebagaimana telah disebutkan di atas.

Adapun lafazh takbir; telah diriwayatkan dari sebagian sahabat, diantaranya ialah takbir Abdullah bin Abbas:

Allahu Akbar kabira, Allahu Akbar kabira, Allahu Akbar wa aJalla, Allahu Akbar walillahil hamd.

Atau takbir Salman Al Farisi:

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar kabira.

Diriwayatkan dari Ibrahim An Nakha’i, ia berkata,

“Mereka bertakbir pada had ‘Arafah. Diantara mereka ada yang menghadap kiblat setelah selesai shalat sambil mengucapkan:

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallahu, Wallahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd.

(Artinya, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah. Allah Maha Besar, Maha Besar Allah, segala pujian hanyalah milikNya.

7 Berangkat Dengan Melewati Satu Jalan Dan Kembali Lewat Jalan Yang Lain

Ketika kembali dari shalat, disunnahkan mengambil jalan lain, selain jalan yang dilalui ketika berangkat. Berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir, ia berkata,

Bahwasanya Rasulullah pada hari ‘Ied mengambil jalan lain, selain jalan yang dilalui sewaktu berangkat.

Para ulama banyak menyebutkan hikmahnya. Diantaranya sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari II/ 473. Ada yang mengatakan, hikmahnya ialah untuk menampakkan syi’ar Islam pada had itu. Ada yang mengatakan, hikmahnya untuk menampakkan syi’ar dzikrullah pada hari itu.

Ada yang mengatakan, hikmahnya agar jin dan manusia yang ada di dua jalan tersebut dapat menyaksikannya. Ada yang mengatakan, hikmahnya ialah untuk membangkitkan kedongkolan dalam hati kaum munafikin dan Yahudi, dan masih banyak lagi hikmah-hikmah lainnya.

Setelah menyebutkan hikmah-hikmah di atas, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan,

“Hikmahnya ialah mutaba’atus Sunnah (mengikuti sunnah) Rasulullah.”

Syaikhul Islam menyebutkan dalam kitab Majmu’ Fatawa,

“Bahwasanya dalam melaksanakan manasik dan pada had ‘Ied, Rasulullah ‘tit berangkat dari satu jalan dan pulang melalui jalan yang lainnya.”

8 Memberi Ucapan Selamat

Boleh mengucapkan selamat hari ‘Ied kepada kaum muslimin pada hari yang berbahagia ini. Sebagaimana diriwayatkan dari sebagian sahabat dan tabi’in, seperti Abu Umamah Al Bahili dan lainnya. Mereka mengucapkan: Taqabballahu minna wa minkum. (Artinya, semoga Allah menerima amalan kita semua).

Imam Malik pernah ditanya,

“Makruhkah hukumnya seseorang mengucapkan kepada saudaranya saat kembali dari shalat ‘Ied “Taqabballahu minna wa minkum” atau “Ghafara lava wa laka” (semoga Allah mengampuni kita semua), lalu saudaranya membalasnya seperti yang diucapkannya?”

Beliau menjawab, “Tidak maknih.” Yakni boleh.

Imam Ahmad pernah ditanya: “Aku harap tidaklah mengapa mengucapkan selamat.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menganggapnya boleh bagi yang melakukannya dan bagi yang tidak melakukannya. Terdapat contoh dan panutan bagi kedua belah pihak

9 Sambutlah Hari ‘Ied Dengan Ketaatan Dan Kesederhanaan

Sambutlah hari yang agung ini dengan ketaatan dan kesederhanaan, tidak mubadzir dan melampaui batas; baik dalam hal makanan, pakaian atau yang lainnya. Allah berfirman,

Dan janganlah kamu nlenghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudarasaudara syetan. dan syetan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya. (QS Al Isra’: 26-27).

Dalam ayat lain, Allah berfirman,

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah. dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS Al An’am: 31).

Dan masih banyak lagi ayat yang semakna dengan itu. Hindarilah perbuatan dosa dan maksiat pada hari yang suci dan agung ini.

Semoga kita termasuk hamba yang bertaqwa dan memperoleh ampunan setelah sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa. Jangan lupa pula mengerjakan puasa Syawal enam hari, untuk memperoleh kesempurnaan dari amal puasa yang kita lakukan pada bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda,

Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diikuti dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka seolah ia telah berpuasa setahun penuh.

Demikianlah beberapa sunnah Nabi yang dapat kami ketengahkan pada kesempatan ini. Semoga kita dapat mengamalkannya.



Hukum Shalat Ied



Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :

"Kami menguatkan pendapat bahwa shalat Ied hukumnya wajib bagi setiap individu (fardlu 'ain), sebagaimana ucapan Abu Hanifah[1] dan selainnya. Hal ini juga merupakan salah satu dari pendapatnya Imam Syafi'i dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Imam Ahmad.

Adapun pendapat orang yang menyatakan bahwa shalat Ied tidak wajib, ini sangat jauh dari kebenaran. Karena shalat Ied termasuk syi'ar Islam yang sangat agung. Manusia berkumpul pada saat itu lebih banyak dari pada berkumpulnya mereka untuk shalat Jum'at, serta disyari'atkan pula takbir di dalamnya.

Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa shalat Ied hukumnya fardhu kifayah adalah pendapat yang tidak jelas. [Majmu Fatawa 23/161]

Berkata Al-Allamah Asy Syaukani dalam "Sailul Jarar" (1/315).[2]

"Ketahuilah bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus mengerjakan dua shalat Id ini dan tidak pernah meninggalkan satu kalipun. Dan beliau memerintahkan manusia untuk keluar mengerjakannya, hingga menyuruh wanita-wanita yang merdeka, gadis-gadis pingitan dan wanita haid.

Beliau menyuruh wanita-wanita yang haid agar menjauhi shalat dan menyaksikan kebaikan serta dakwah kaum muslimin. Bahkan beliau menyuruh wanita yang tidak memiliki jilbab agar dipinjamkan oleh saudaranya.[3]

Semua ini menunjukkan bahwa shalat Ied hukumnya wajib dengan kewajiban yang ditekankan atas setiap individu bukan fardhu kifayah. Perintah untuk keluar (pada saat Id) mengharuskan perintah untuk shalat bagi orang yang tidak memiliki uzur. Inilah sebenarnya inti dari ucapan Rasul, karena keluar ke tanah lapang merupakan perantara terlaksananya shalat. Maka wajibnya perantara mengharuskan wajibnya tujuan dan dalam hal ini kaum pria tentunya lebih diutamakan daripada wanita".

Kemudian beliau Rahimahullah berkata :

"Diantara dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Ied adalah : Shalat Ied dapat menggugurkan kewajiban shalat Jum'at apabila bertetapan waktunya (yakni hari Ied jatuh pada hari Jum'at -pen)[4]. Sesuatu yang tidak wajib tidak mungkin dapat menggugurkan sesuatu yang wajib. Dan sungguh telah jelas bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus melaksanakannya secara berjama'ah sejak disyari'atkannya sampai beliau meninggal. Dan beliau menggandengkan kelaziman ini dengan perintah beliau kepada manusia agar mereka keluar ke tanah lapang untuk melaksanakan shalat Ied"[5]

Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam "Tamamul Minnah" (hal 344) setelah menyebutkan hadits Ummu Athiyah :

"Maka perintah yang disebutkan menunjukkan wajib. Jika diwajibkan keluar (ke tanah lapang) berarti diwajibkan shalat lebih utama sebagaimana hal ini jelas, tidak tersembunyi. Maka yang benar hukumnya wajib tidak sekedar sunnah ......"


[Disalin dari buku Ahkaamu Al'Iidaini Fii As Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]
_________
Foote Note
[1]. Lihat "Hasyiyah Ibnu Abidin 2/166 dan sesudahnya
[2]. Shiddiq Hasan Khan dalam "Al-Mau'idhah Al-Hasanah" 42-43
[3]. Telah tsabit semua ini dalam hadits Ummu Athiyah yang dikeluarkan oleh Bukhari (324), (352), (971), (974), (980), (981) dan (1652). Muslim (890), Tirmidzi (539), An-Nasaa'i (3/180) Ibnu Majah (1307) dan Ahmad (5/84 dan 85).
[4]. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah -tatkala bertemu hari Id dengan hai Jum'at- Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : (1 hadits) "Artinya : Telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari raya. Barangsiapa yang ingin (melaksanakan shalat Id) maka dia telah tercukupi dari shalat Jum'at ...." [Diriwayatkan Abu Daud (1073) dan Ibnu Majah (1311) dan sanadnya hasan. Lihat "Al-Mughni" (2/358) dan "Majmu Al-Fatawa" (24/212).
[5]. Telah lewat penyebutan dalilnya. Lihat "Nailul Authar" (3/382-383) dan "Ar-Raudlah An-Nadiyah" (1/142).




Makna Idul Fitri



Bagi muslim yang diterima puasanya karena mampu menundukan hawa nafsu duniawi selama bulan Ramadhan dan mengoptimalkan ibadah dengan penuh keikhlasan, maka Idul Fitri adalah hari kemenangan sejati, dimana hari ini Allah Swt akan memberikan penghargaan teramat istimewa yang selalu dinanti-nanti oleh siapapun, termasuk para nabi dan orang-orang shaleh, yaitu ridha dan magfirahNya, sebagai ganjaran atas amal baik yang telah dilakukannya. Allah Swt juga pernah berjanji, tak satupun kaum muslimin yang berdoa pada hari raya Idul Fitri, kecuali akan dikabulkan.

Pertanyaannya, kira-kira puasa kita diterima apa tidak? Atau yang kita lakukan ini hanya ritual-simbolik, sebatas menahan lapar dan haus, seperti yang pernah disinyalir Nabi Muhamad Saw? Jawabnya, Allahu ‘alam, kita tak tahu sejatinya. Tapi menurut para ulama, ada beberapa indikasi, seseorang dianggap berhasil dalam menjalankan ibadah puasa: ketika kualitas kesalehan individu dan sosialnya meningkat. Ketika jiwanya makin dipenuhi hawa keimanan. Ketika hatinya sanggup berempati dan peka atas penderitaan dan musibah saudaranya di ujung sana. Artinya penghayatan mendalam atas Ramadhan akan membawa efek fantastik, individu, maupun sosial.

Penghayatan dan pengamalan yang baik terhadap bulan ini akan mendorong kita untuk kembali kepada fitrah sejati sebagai makhluk sosial, yang selain punya hak, juga punya kewajiban, individu dan sosial. Sudahkan kita merasakannya? Itulah rahasia kenapa selamat hari raya Idul Fitri seringkali diakhiri dengan ucapan Minal ‘Âidîn wal Faizîn (Semoga kita termasuk orang-orang yang kembali pada fitrah sejati manusia dan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat). Selain sebagai doa dan harapan, ucapan ini juga bak pengingat, bahwa puncak prestasi tertinggi bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa paripurna, lahir dan bathin, adalah kembali kepada fitrahnya (suci tanpa dosa).

Makna Idul Fitri

Sejak Idul Fitri resmi jadi hari raya nasional umat Islam, tepatnya pada tahun II H. kita disunahkan untuk merayakannya sebagai ungkapan syukur atas kemenangan jihad akbar melawan nafsu duniawi selama Ramadhan. Tapi Islam tak menghendaki perayaan simbolik, bermewah-mewah. Apalagi sambil memaksakan diri. Islam menganjurkan perayaan ini dengan kontemplasi dan tafakur tentang perbuatan kita selama ini.

Syeikh Abdul Qadir al-Jailany dalam al-Gunyah-nya berpendapat, merayakan Idul Fitri tidak harus dengan baju baru, tapi jadikanlah Idul fitri ajang tasyakur, refleksi diri untuk kembali mendekatkan diri pada Alah Swt. Momen mengasah kepekaan sosial kita. Ada pemandangan paradoks, betapa disaat kita berbahagia ini, saudara-saudara kita di tempat-tempat lain masih banyak menangis menahan lapar. Bersyukurlah kita! Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1428 H. Mohon maaf lahir dan bathin.

Perbedaan mustahiq zakat fitrah dan mal




Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama terkait dengan mustahiq zakat fitrah, apakah sama dengan mustahiq zakat mal atau berbeda?

Yang jelas mereka sepakat bahwa zakat fitrah didistribusikan kepada orang-orang fakir di kalangan kaum muslimin. Nabi saw. bersabda, "Cukupilah mereka agar mereka tidak meminta-minta pada hari tersebut."

Adapun mengenai golongan lainnya mereka berbeda pendapat. Imam al-Kharaqi al-hambali berpandangan bahwa zakat fitrah diberikan kepada orang-orang yang boleh diberi zakat mal." Pendapat serupa dinyatakan oleh Ibnu Qudamah dengan alasan bahwa keduanya sama-sama berupa zakat sehingga ia juga tercakup dalam ayat 60 surat at-Taubah).

Sementara itu, Syeikhul Islam memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, distribusi zakat fitrah hanya tertuju kepada fakir miskin saja, sementara muallaf dan golongan lainnya tidak. Hal ini dengan mengacu pada sabda Nabi di atas, "Cukupilah mereka agar mereka tidak meminta-minta pada hari tersebut."

Kamis, 24 September 2009

ketentuan zakat fitrah



Ketentuan-Ketentuan Zakat Fitrah1. Besarnya zakat Fitrah adalah 1 sha’ yaitu 2176 gram atau 2,2 Kg beras atau makanan pokok. Dalam prakteknya jumlah ini digenapkan menjadi 2,5 Kg, karena untuk kehati-hatian. Hal ini dianggap baik oleh para ulama.2. Menurut madzhab hanafi, diperbolehkan mengeluarkan zakat Fitrah dengan uang seharga ukuran itu, jika dianggap lebih bermanfaat bagi mustahik.3. Waktu mengeluarkan zakat Fitrah adalah sejak awal bulan puasa Ramadhan hingga sebelum shalat ‘Idul Fitri maka dianggap sedekah sunah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
فَمَنْ أدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

Artinya : “Barang siapa mengeluarkan (zakat Fitrah) sebelum shalat (‘Idul Fitri), maka zakatnya sah. Barang siapa mengeluarkannya setelah shalat maka dianggap sedekah sunah.” (HR. Ibnu Majah)

4. Zakat Fitrah boleh dikeluarkan langsung kepada mustahik atau dibayarkan melalui amil zakat.

5. Amil atau panitia zakat Fitrah boleh membagikan zakat kepada mustahik setelah shalat ‘Idul Fitri.

6. Jika terjadi perbedaan Hari Raya, maka panitia zakat Fitrah yang berhari raya terlebih dahulu tidak boleh menerima zakat Fitrah setelah mereka mengerjakan shalat ‘Idul Fitri.

7. Panitia Zakat Fitrah hendaknya mendoakan kepada orang yang membayar zakat, agar ibadahnya selama Ramadhan diterima dan mendapat pahala. Doa yang sering dibaca oleh yang menerima zakat, diantaranya:

آجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُوْرًا

Artinya : “Semoga Allah SWT memberikan pahala kepadamu atas apa saja yang telah Allah memberi berkah kepadamu atas semua yang masih ada padamu dan mudah-mudahan Allah menjadikan kesucian bagimu.

”Adapun orang-orang yang tidak boleh menerima zakat ada dua golongan:1. Anak cucu keluarga Rasulullah SAW2. Sanak Famili orang yang berzakat, yaitu bapak, kakek, istri, anak, cucu, dan lain-lain.

 

My Blog List

Term of Use

Ramadhan Oh Ramadhan Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino